Mengenal Lebih Jauh Para Penemu Fosil Purbakala

Bumi Sangiran masuk dalam daftar eksklusif situs yang menunjukkan hubungan antara manusia purba dengan kebudayaannya. Perhatian dunia mulai mengarah ke Sangiran sejak sejumlah alat serpih-bilah berbahan kalsedon dan jaspis ditemukan von Koenigswald di perbukitan Ngebung tahun 1934.

ngebung sangiran
Replika teknis pencarian benda purbakala

Secara geografis, Sangiran memiliki kekhasan dibandingkan situs-situs Homo erectus lainnya di dunia. Sampai saat ini, situs-situs di Jawa (termasuk Sangiran) menandai titik jelajah terjauh Homo erectus dari asal-muasal persebarannya (Afrika). Sangiran menjadi istimewa karena telah menyumbang lebih dari 100 individu Homo erectus kepada dunia. Sebuah kontribusi yang sangat berarti dalam kajian ilmu manusia purba.

ngebung sangiran
Gajah purbakala di depan Museum Manusia Purba Klaster Ngebung

Berbeda dengan museum sebelumnya yang super besar, museum kali ini lebih kecil namun cukup unik dengan icon gajah purba yang akan menyambut setiap pengunjung di pintu kedatangan . Museum Manusia Purba ini diresmikan pada tanggal 19 Oktober 2014 oleh Wakil Presiden Republik Indonesia saat itu, Prof. Dr. Boediono. Lokasinya masih berada di daerah Sangiran, dekat dengan 4 museum manusia purba lainnya.

Museum Manusia Purba Klaster Ngebung

Nama museum ini adalah Museum Manusia Purba Klaster Ngebung. Replika penemuan fosil purba akan menyambut setiap pengunjung di dekat pintu masuk, lengkap dengan alat-alat yang digunakan. Museum ini lebih menonjolkan figur-figur dibalik penemuan fosil yang sangat berharga di bumi Sangiran ini.

Tiket masuk Museum Manusia Purba Klaster Ngebung

Masih sama dengan museum sebelumnya, disini juga tidak dikenakan tiket masuk. Semua pengunjung bebas keluar masuk kapanpun selama jam operasional museum, tentunya setelah mengisi buku tamu. Hanya dikenakan retribusi keamanan sebesar Rp. 2.000 / kendaraan.

Kondisi ruang pamer

Museum ini baru diresmikan pada tahun 2014 silam, yang artinya usia bangunannya masih sangat baru dan tentunya juga bersih. Setelah melewati replika super besar, pengunjung akan disuguhi foto-foto para Geolog dan juga ilmuwan jaman dahulu. Diantaranya yaitu B. D. van Rietschoten (penemu manusia Wajak 1 pada tahun 1888), Dubois (ilmuwan pertama yang berfokus pada penelitian fosil hominid di Indonesia), dan juga masih banyak lagi. Pencahayaan di ruang pamer cukup terang dan bisa melihat koleksi dengan jelas.

ngebung sangiran
Proses pencarian fosil purbakala

ngebung sangiran
Koordinator pencari fosil 

ngebung sangiran
Peta penyebaran Homo erectus

ngebung sangiran
replika pengobatan tradisional jaman dahulu

ngebung sangiran
replika obat tradisional jaman dahulu

ngebung sangiran
para tokoh penting

ngebung sangiran
Mereka juga punya peran dalam penemuan benda purbakala di bumi Sangiran

Secuil kisah tentang Dubois

Dubois tiba di Sumatera pada tahun 1887 dan melakukan pencarian fosil ditengah-tengah kesibukannya sebagai dokter militer. Kemudian pemerintah Hindia Belanda membebaskan Dubois dari tugas militer dan memintanya mengabdikan seluruh waktunya pada pencarian dan eskavasi paleontologi di wilayah Sumatera, dan jika perlu hingga Pulau Jawa. akhirnya Dubois tiba di Pulau Jawa pada tahun 1890. Pada tahun 1891, Dubois memerintahkan penggalian di tepi sungai Bengawan Solo, Trinil.

Di antara ribuan fosil fauna yang berhasil diangkat, mereka menemukan fosil geraham ketiga dan atap tengkorak milik figur yang dibayangkan sebagai pra-manusia. Satu tahun kemudian, mereka kembali menemukan fosil paha kiri yang terawetkan dengan baik. Dubois yakin, ketiga fosil itu berasal dari individu yang sama. Atas temuan Trinil tersebut, Dubois menyebut manusia Jawa sebagai mata rantai penting dalam proses evolusi manusia : the missing link, yang sangat mungkin berasal dari kala Plestosen Bawah atau bahkan Pliosen Atas. Dubois mendapatkan banyak perdebatan dari para akademisi atas penemuannya tersebut. Namun akhirnya kalangan ilmuwan menerima Manusia Jawa sebagai figur “antara kera dan manusia”.

Hubungan Dubois dan van Es

ngebung sangiran
Louis Jean Chretien van Es

Louis Jean Chretien van Es adalah geolog Belanda yang bekerja di Jawatan Geologi Hindia Belanda. Ia lahir pada tanggal 19 Mei 1888 di Padang. Louis Jean Chretien van Es menyelesaikan pendidikannya di Delft Technicial University pada usia 24 tahun (1912). Pada tahun yang sama, sambil memulai karirnya bekerja di Jawatan Geologi Hindia Belanda, van Es menikah dengan Agatha Eekhoff. Dua belas tahun kemudian, ia pindah ke Bandung.
Louis Jean Chretien van Es melalui The Age of Pithecanthropus, hasil penelitiannya atas lapisan tanah dan lingkungan purba di Jawa pada tahun 1931, berada pada pihak yang setuju atas dugaan Dubois. Ketertarikan van Es akan usia Manusia Jawa dipico oleh serentetan diskusinya dengan Prof. Dr. L. Bolk sepanjang ia tinggal di Belanda pada tahun 1924.

Menurut van Es, kepurbaan Manusia Jawa dapat disimpulkan jika usia kepurbaan lapisan tanah Trinil (dimana fosil hominid terpendam) diketahui. Penelitian van Es di Jawa menyimpulkan seperti dugaan Dubois, bahwa Manusia Jawa berasal dari kala Plestosen Bawah. Van Es juga melampirkan peta geologis beberapa situs fosil vertebrata yang belum pernah dipetakan sebelumnya, seperti situs Trinil dan Sangiran. Selain itu, van Es juga menemukan situs gua neolitik di Sampung, Jawa Timur, dan melaporkan penemuan ini pada tahun 1929. Hingga sekarang, hasil penemuannya masih digunakan sebagai referensi standar mengenai lapisan fosil vertebrata di Jawa.

Putra-putra pribumi

Bahkan sampai sebelum kemerdekaan Indonesia, para peneliti asing sering kali tidak bisa menemani dan mengawasi kegiatan penelitian di Sangiran. Dalam setiap penelitian, mereka membutuhkan putra-putra pribumi yang sangat menguasai lapangan agar menunjukkan lokasi-lokasi potensial penyimpanan fosil dan melakukan penggalian. Diantara mereka adalah Atmowidjojo, Andojo, dan Toto Marsono. Mereka adalah putra-putra pribumi yang bekerja keras dan merupakan penemu sebenarnya. Sayangnya, nama mereka tenggelam di balik nama besar peneliti yang dibantunya.

Atmowidjojo

Ilmuwan G.H.R. von Koenigswald menyebut Atmowidjojo sebagai ‘the best fossil hunter’ dan ia juga menganggap Atmowidjojo sebagai pendamping sejati dalam pencarial fosil selama hampir sepuluh tahun lamanya. Penemuan Atmowidjojo yang paling penting adalah fosil Pithecanthropus II (Sangiran 2) berupa atap tengkorak yang tersusun dari 40 serpihan pecahan di tahun 1937.

Andojo

Merupakan mantri kelahiran Jawa dan mempunyai pengetahuan paleontologi dan juga stratigrafi. Ia membantu pejabat Hindia Belanda untuk survey wilayah. Nama Andojo tercantum dalam laporan survey tahun 1931 hingga 1936 sebagai pencatat atau petugas observasi (leerling opnemer). Di lapangan, ia berhasil mengirim 250 fosil dari 180 lubang penggalian ke pusat survey, sekaligus mencatat nomor dan menandai posisi temuan di peta topografi. Selama pemetaan di Mojokerto oleh von Koenigswald dari Jawatan Geologi Hindai Belanda, tanggal 13 Februari 1936 Andojo berhasil menemukan tengkorak anak hominid. Dalam catatan aktivitas dan temuan yang dibuatnya tersebut, ia memberi nomer 173A dan kemudian populer dengan nama Homo Modjokertensis.

ngebung sangiran
Andojo

Toto Marsono

Toto Marsono lahir pada tahun 1907. Ia adalah tokoh dengan beragam peran dan memiliki catatan panjang atas keterlibatan pencarian fosil prasejarah di Sangiran. Catatan itu merekam kiprahnya sejak era von Koenigswald di tahun 1934-1940, sampai era sesudahnya, sampai Balai Penyelamatan Fosil Sangiran didirikan di Desa Krikilan pada tahun 1974. Selaku kepala Desa Krikilan pada saat itu, Toto Marsono berperan sebagai penghubung antara masyarakat dan para peneliti, sekaligus koordinator pengumpulan fosil. Toto Marsono juga menyediakan rumahnya sebagai tempat von Koenigswald menginap selama penelitian dan sebagai tempat penyimpanan hasil temuan fosil di lapangan.

ngebung sangiran
Toto Marsono

Oiya masih banyak lagi tokoh lainnya yang juga berkontribusi atas temuan mereka di bumi Sangiran ini. Beberapa piagam penghargaan juga dipasang disini sebagai wujud apresiasi dari Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran kepada para penemu fosil.

ngebung sangiran
Piagam penghargaan

ngebung sangiran
koleksi piagam di museum

Setelah belajar beberapa tokoh penting dibalik ribuan penemuan berharga, kami disini juga belajar mengamati alat batu yang pernah digunakan pada jaman dahulu. alat batu yang pernah dipakai akan mempunyai bekas di tepian. Dalam ilmu arkeologi, analisa ini disebut “use wear analysis” atau analisa bekas pakai. Untuk mengetahui fungsi dari beberapa alat bantu, para arkeolog menggunakan bantuan kaca pembesar untuk lebih bisa membedakan mana fungsi menetak, menyayat dan menggores. Keren deh bisa bergaya ala-ala arkeolog di Museum Manusia Purba Klaster Ngebung ini.

ngebung sangiran
Belajar yang rajin ya, Nak :D

ngebung sangiran
Pemandangan dibalik jendela museum

Sebagai penutup, di bagian belakang museum terdapat fosil gajah purba yang dirangkai menggunakan alat bantu, dan bentuknya sangat besar. Wow jadi inilah penyebabnya kenapa terdapat icon gajah besar di pintu masuk, karena ternyata museum ini memang menyimpan fosil gajah purba.

ngebung sangiran
Fosil gajah purbakala

Kesimpulan : Museumnya tidak begitu besar namun memberikan banyak informasi mengenai tokoh penting dibalik penemuan benda kepurbaan. Suhu ruangan sangat sejuk dan nyaman untuk mendalami setiap informasi yang ada di museum ini. rekomendasi kunjungan 2-3 jam.

Tips dari aku :
1. Ajak anak kecil karena museum ini sangat memberikan informasi mengenai benda purbakala
2. Kunjungi museum lain yang berada di area Sangiran ini

Nama                      : Museum Manusia Purba Klaster Ngebung
Alamat                    : Ngebung, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah
Hari operasional    : Selasa – Minggu (Senin libur untuk pemeliharaan)
Tiket masuk            : Free (2016)
Telepon                   : (+62271) 6811495/ 6811432 (Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran)


Museum keren selanjutnya bisa dilihat di Babad Tanah Sangiran


 Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Blog Visit Jawa Tengah 2016 yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah @VisitJawaTengah .



0 comments:

Post a Comment

Terima kasih. Komentar anda sangat membantu penulis untuk terus memperbaiki blog ini ^^